Dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengabarkan bahwa kelak di masa yang akan datang ummat Islam akan berada dalam keadaan yang sedemikian buruknya sehingga diumpamakan sebagai laksana makanan yang diperebutkan oleh sekumpulan pemangsanya. Lengkapnya hadits tersebut sebagai berikut:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam “Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya: ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan.” Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745)
Ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita tarik dari hadits ini:
Pertama, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memprediksi bahwa akan tiba suatu masa dimana orang-orang beriman akan menjadi kumpulan manusia yang menjadi rebutan ummat lainnya. Mereka akan mengalami keadaan yang sedemikian memprihatinkan sehingga diumpamakan seperti suatu porsi makanan yang diperbutkan oleh sekumpulan pemangsa. Artinya, pada masa itu kaum muslimin menjadi bulan-bulanan kaum lainnya. Hal ini terjadi karena mereka tidak memiliki kemuliaan sebagaimana di masa lalu. Mereka telah diliputi keinaan.
Kedua, pada masa itu muslimin tertipu dengan banyaknya jumlah mereka padahal tidak bermutu. Sahabat menyangka bahwa keadaan hina yang mereka alami disebabkan jumlah mereka yang sedikit, lalu Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyangkal dengan mengatakan bahwa jumlah muslimin pada waktu itu banyak, namun berkualitas rendah.
Hal ini juga dapat berarti bahwa pada masa itu ummat Islam sedemikian peduli dengan kuantitas namun lalai memperhatikan aspek kualitas. Yang penting punya banyak pendukung alias konstituen sambil kurang peduli apakah mereka berkualitas atau tidak. Sehingga kaum muslimin menggunakan tolok ukur mirip kaum kuffar dimana yang banyak pasti mengalahkan yang sedikit. Mereka menjadi gemar menggunakan prinsip the majority rules (mayoritas-lah yang berkuasa) yakni prinsip yang menjiwai falsafah demokrasi modern. Padahal Allah menegaskan di dalam Al-Qur’an bahwa pasukan berjumlah sedikit dapat mengalahkan pasukan musuh yang jumlahnya lebih besar dengan izin Allah.
كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
"Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS Al-Baqarah ayat 249)
Pada masa dimana muslimin terhina, maka kuantitas mereka yang besar tidak dapat menutupi kelemahan kualitas. Sedemikian rupa sehingga Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengumpamakan mereka seperti buih mengapung. Coba perhatikan tabiat buih di tepi pantai. Kita lihat bahwa buih merupakan sesuatu yang paling terlihat, paling indah dan berjumlah sangat banyak saat ombak sedang bergulung. Namun buih pulalah yang paling pertama menghilang saat angin berhembus lalu menghempaskannya ke udara.
Ketiga, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengisyaratkan bahwa jika ummat Islam dalam keadaan terhina, maka salah satu indikator utamanya ialah rasa gentar menghilang di dalam dada musuh menghadapi ummat Islam. Artinya, sesungguhnya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam lebih menyukai ummat Islam senantiasa berwibawa sehingga disegani dan ditakuti musuh. Dewasa ini malah kita melihat bahwa para pemimpin berbagai negeri berpenduduk mayoritas muslim justru memiliki rasa segan dan rasa takut menghadapi para pemimpin kalangan kaum kuffar dunia barat. Alih-alih mengkritisi mereka, bersikap sama tinggi sama rendah saja sudah tidak sanggup. Sehingga yang kita lihat di panggung dunia para pemimpin negeri kaum muslimin menjadi –maaf- pelayan jika tidak bisa dikatakan anjing piaraan pemimpin kaum kuffar. Mereka menjulurkan lidah dengan setia mengikuti kemauan sang majikan kemanapun mereka pergi. Padahal Allah menggambarkan kaum muslimin sebagai manusia yang paling tinggi derajatnya di tengah manusia lainnya jika mereka sungguh-sungguh beriman kepada Allah.
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحَْنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran ayat 139)
Kamis, 27 Mei 2010
Penyakit Ummat Islam Di Akhir Zaman
Dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengabarkan bahwa kelak di masa yang akan datang ummat Islam akan berada dalam keadaan yang sedemikian buruknya sehingga diumpamakan sebagai laksana makanan yang diperebutkan oleh sekumpulan pemangsanya. Lengkapnya hadits tersebut sebagai berikut:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam “Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya: ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan.” Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745)
Beberapa pelajaran penting lainnya yang dapat kita tarik dari hadits ini ialah:
Keempat, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam kemudian menjelaskan apa sesungguhnya yang melatarbelakangi ummat Islam di masa itu sehingga menjadi terhina dan kehilangan kemuliaannya.
وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan.” (HR Abu Dawud 3745)
Jadi, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyebut penyakit ummat Islam tersebut dengan istilah ”Al-Wahan”. Suatu istilah baru yang menyebabkan para sahabatpun bertanya-tanya. Sehingga Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mendefinisikannya dengan uraian yang singkat namun sangat jelas.
فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745)
Penyakit Al-Wahan merupakan penyakit yang boleh dikatakan sangat dominan dewasa ini menjangkiti ummat manusia, termasuk ummat Islam. Karena kita sedang menjalani era paling kelam dalam sejarah Islam dimana kaum kuffar sedang mendapat giliran mengarahkan dan menguasai ummat manusia sedunia, maka konsep hidup kaum kuffar itulah yang mewarnai kehidupan manusia pada umumnya tanpa kecuali ummat Islam.
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS Ar-uum ayat 7)
Kaum kuffar tidak mengenal dan meyakini adanya kehidupan selain di dunia yang fana ini. Mereka sangat peduli dengan kemenangan, keberhasilan, kebahagiaan dan kekuasaan di dunia ini. Mereka menyangka bahwa dunia merupakan kehidupan yang final. Sehingga mereka mati-matian berjuang untuk meraih segala target keberhasilan duniawi sambil lalai alias tidak peduli dengan keberhasilan di akhirat. Mengapa demikian? Karena sesungguhnya mereka tidak pernah meyakini adanya kehidupan akhirat.
Kelima, ummat Islam yang lemah dan kehilangan giliran memimpin ummat manusia, akhirnya menjadi lemah pula dalam hal keyakinan serta sikap hidup. Mereka mulai ketularan penyakit kaum kuffar, yakni mencintai dunia. Lalu mereka mulai melupakan bahwa kehidupan akhirat itulah sesungguhnya kehidupan yang sejati. Lupa bahwa di dunia yang ada hanyalah fatamorgana dan sementara. Baik itu dalam hal kebahagiaan maupun penderitaan. Semua hanyalah fatamorgana dan bersifat fana. Sedangkan di akhirat kelak, segenap kebahagiaan dan penderitaan bersifat sejati dan abadi. Dewasa ini, sudah mulai bermunculan saudara muslim kita yang akhirnya mengejar dunia sedemikian seriusnya, namun bermain-main dalam mengejar akhirat. Padahal Allah justru menggambarkan bahwa di dunia segala sesuatunya seharusnya tidak diambil terlalu serius, sedangkan untuk urusan akhiratlah semestinya seseorang berlaku tidak main-main.
وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ
وَإِنَّ الدَّارَ الْآَخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui” (QS Al-Ankabut 64)
Sehingga mulailah sebagian muslimin menjadikan kaya-miskin sebagai tolok ukur kemuliaan. Mulailah mereka memiliki standar kebanggaan mirip orang kafir. Jika hidup tidak berpindah-pindah dari satu hotel mewah ke hotel mewah lainnya, perjalanan dari satu pesawat ke pesawat lainnya, kerja berpindah-pindah dari suatu jabatan kekuasaan formal ke jabatan lainnya, pergaulan berkenalan dari satu pejabat/selebritis ke pejabat/selebritis lainnya, maka orang tersebut belum masuk dalam lingkaran yang perlu diperhitungkan. Hanya mereka yang telah masuk dalam lingkaran pola kehidupan seperti itulah yang dinilai top dan sukses. Sehingga segala daya dan upaya dilakukan asalkan bisa secepatnya masuk ke dalam kelas masyarakat elite tersebut.
Keenam, karena kecintaan kepada dunia telah sedemikian dominan mirip kaum kuffar, maka biasanya secara otomatis hilangnya kerinduan bahkan kesiapan menghadapi alam berikutnya, yakni al-akhirah. Dan mengingat bahwa pintu memasuki akhirat ialah kematian di dunia, maka muslimin yang telah lemah mental itu kehilangan kesiapan serta keberanian menghadaoi al-maut alias kematian. Mereka menjadi takut menghadapi kematian. Padahal Nabi shollallahu ’alaih wa sallam justru menekankan kepada kita agar banyak-banyak mengingat kematian.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
Bersabda Nabi shollallahu ’alaih wa sallam: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yakni kematian.” (HR Tirmidzi 2229)
Orang yang banyak mengingat kematian mengindikasikan bahwa dirinya rindu berjumpa dengan Allah. Sebab kematian adalah saat dimana seseorang kembali ke Allah. Dan Allah akan suka berjumpa dengan orang yang memang suka berjumpa dengan Allah. Sebaliknya, Allah enggan berjumpa dengan seseorang yang memang asalnya juga tidak suka berjumpa dengan Allah.
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ
أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ
Dari Nabi shollallahu ’alaih wa sallam beliau bersabda: “Barangsiapa suka berjumpa dengan Allah, maka Allah akan suka berjumpa dengannya. Dan barangsiapa yang benci perjumpaan dengan Allah, maka Allah akan benci pula berjumpa dengannya.” (HR Bukhary 6026)
Tetapi pada saat ummat Islam dalam kehinaan seperti dewasa ini malah kita jumpai semakin banyak orang, termasuk muslimin, yang melupakan kematian. Sedemikian rupa sehingga kita lihat sebagian mereka mengembangkan ambisi dan kecintaan kepada berbagai keberhasilan duniawi seolah semua itu dapat mereka nikmati selama-lamanya. Mereka mengejarnya sedemikian rupa sehingga menjadi sangat mirip dengan kaum kuffar yang memang tidak mengimani adanya kehidupan sesudah kematian. Mereka mengejarnya seperti kaum kafir sehingga kita menjadi malu sendiri melihat kelakuan mereka.
Ya Allah, janganlah Engkau jadikan dunia puncak cita-cita kami dan batas akhir pengetauan kami. Ya Allah, jadikanlah akhirat pusat perhatian kami selalu dan mati di jalanMu ambisi utama kami.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam “Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya: ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan.” Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745)
Beberapa pelajaran penting lainnya yang dapat kita tarik dari hadits ini ialah:
Keempat, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam kemudian menjelaskan apa sesungguhnya yang melatarbelakangi ummat Islam di masa itu sehingga menjadi terhina dan kehilangan kemuliaannya.
وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan.” (HR Abu Dawud 3745)
Jadi, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyebut penyakit ummat Islam tersebut dengan istilah ”Al-Wahan”. Suatu istilah baru yang menyebabkan para sahabatpun bertanya-tanya. Sehingga Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mendefinisikannya dengan uraian yang singkat namun sangat jelas.
فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745)
Penyakit Al-Wahan merupakan penyakit yang boleh dikatakan sangat dominan dewasa ini menjangkiti ummat manusia, termasuk ummat Islam. Karena kita sedang menjalani era paling kelam dalam sejarah Islam dimana kaum kuffar sedang mendapat giliran mengarahkan dan menguasai ummat manusia sedunia, maka konsep hidup kaum kuffar itulah yang mewarnai kehidupan manusia pada umumnya tanpa kecuali ummat Islam.
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS Ar-uum ayat 7)
Kaum kuffar tidak mengenal dan meyakini adanya kehidupan selain di dunia yang fana ini. Mereka sangat peduli dengan kemenangan, keberhasilan, kebahagiaan dan kekuasaan di dunia ini. Mereka menyangka bahwa dunia merupakan kehidupan yang final. Sehingga mereka mati-matian berjuang untuk meraih segala target keberhasilan duniawi sambil lalai alias tidak peduli dengan keberhasilan di akhirat. Mengapa demikian? Karena sesungguhnya mereka tidak pernah meyakini adanya kehidupan akhirat.
Kelima, ummat Islam yang lemah dan kehilangan giliran memimpin ummat manusia, akhirnya menjadi lemah pula dalam hal keyakinan serta sikap hidup. Mereka mulai ketularan penyakit kaum kuffar, yakni mencintai dunia. Lalu mereka mulai melupakan bahwa kehidupan akhirat itulah sesungguhnya kehidupan yang sejati. Lupa bahwa di dunia yang ada hanyalah fatamorgana dan sementara. Baik itu dalam hal kebahagiaan maupun penderitaan. Semua hanyalah fatamorgana dan bersifat fana. Sedangkan di akhirat kelak, segenap kebahagiaan dan penderitaan bersifat sejati dan abadi. Dewasa ini, sudah mulai bermunculan saudara muslim kita yang akhirnya mengejar dunia sedemikian seriusnya, namun bermain-main dalam mengejar akhirat. Padahal Allah justru menggambarkan bahwa di dunia segala sesuatunya seharusnya tidak diambil terlalu serius, sedangkan untuk urusan akhiratlah semestinya seseorang berlaku tidak main-main.
وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ
وَإِنَّ الدَّارَ الْآَخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui” (QS Al-Ankabut 64)
Sehingga mulailah sebagian muslimin menjadikan kaya-miskin sebagai tolok ukur kemuliaan. Mulailah mereka memiliki standar kebanggaan mirip orang kafir. Jika hidup tidak berpindah-pindah dari satu hotel mewah ke hotel mewah lainnya, perjalanan dari satu pesawat ke pesawat lainnya, kerja berpindah-pindah dari suatu jabatan kekuasaan formal ke jabatan lainnya, pergaulan berkenalan dari satu pejabat/selebritis ke pejabat/selebritis lainnya, maka orang tersebut belum masuk dalam lingkaran yang perlu diperhitungkan. Hanya mereka yang telah masuk dalam lingkaran pola kehidupan seperti itulah yang dinilai top dan sukses. Sehingga segala daya dan upaya dilakukan asalkan bisa secepatnya masuk ke dalam kelas masyarakat elite tersebut.
Keenam, karena kecintaan kepada dunia telah sedemikian dominan mirip kaum kuffar, maka biasanya secara otomatis hilangnya kerinduan bahkan kesiapan menghadapi alam berikutnya, yakni al-akhirah. Dan mengingat bahwa pintu memasuki akhirat ialah kematian di dunia, maka muslimin yang telah lemah mental itu kehilangan kesiapan serta keberanian menghadaoi al-maut alias kematian. Mereka menjadi takut menghadapi kematian. Padahal Nabi shollallahu ’alaih wa sallam justru menekankan kepada kita agar banyak-banyak mengingat kematian.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
Bersabda Nabi shollallahu ’alaih wa sallam: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yakni kematian.” (HR Tirmidzi 2229)
Orang yang banyak mengingat kematian mengindikasikan bahwa dirinya rindu berjumpa dengan Allah. Sebab kematian adalah saat dimana seseorang kembali ke Allah. Dan Allah akan suka berjumpa dengan orang yang memang suka berjumpa dengan Allah. Sebaliknya, Allah enggan berjumpa dengan seseorang yang memang asalnya juga tidak suka berjumpa dengan Allah.
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ
أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ
Dari Nabi shollallahu ’alaih wa sallam beliau bersabda: “Barangsiapa suka berjumpa dengan Allah, maka Allah akan suka berjumpa dengannya. Dan barangsiapa yang benci perjumpaan dengan Allah, maka Allah akan benci pula berjumpa dengannya.” (HR Bukhary 6026)
Tetapi pada saat ummat Islam dalam kehinaan seperti dewasa ini malah kita jumpai semakin banyak orang, termasuk muslimin, yang melupakan kematian. Sedemikian rupa sehingga kita lihat sebagian mereka mengembangkan ambisi dan kecintaan kepada berbagai keberhasilan duniawi seolah semua itu dapat mereka nikmati selama-lamanya. Mereka mengejarnya sedemikian rupa sehingga menjadi sangat mirip dengan kaum kuffar yang memang tidak mengimani adanya kehidupan sesudah kematian. Mereka mengejarnya seperti kaum kafir sehingga kita menjadi malu sendiri melihat kelakuan mereka.
Ya Allah, janganlah Engkau jadikan dunia puncak cita-cita kami dan batas akhir pengetauan kami. Ya Allah, jadikanlah akhirat pusat perhatian kami selalu dan mati di jalanMu ambisi utama kami.
Banjir Besar Di Jeddah Dan Tanda-Tanda Kiamat
Bencana berupa banjir besar di Jeddah beberapa waktu yang lalu telah menimbulkan kehebohan. Peristiwa yang terjadi persis pada saat jamaah haji sedang bersiap-siap untuk wukuf di Arafah tentunya tidak terlepas dari fenomena global climate change (perubahan iklim dunia) khususnya global warming (pemanasan global). Global warming telah menimbulkan berbagai anomali iklim di berbagai sudut dunia. Di satu sisi negeri-negeri yang biasanya dibasahi hujan mengalami kekeringan yang luar biasa. Sementara itu negeri-negeri yang biasanya diterpa panas disertai kelembaban udara rendah justru diguyur hujan hingga kadangkala mengakibatkan banjir. Untuk kasus Jeddah maka fenomena kedualah yang terjadi. Namun bolehkah kita merasa puas hanya dengan penjelasan ilmiah para pakar klimatologi dan laporan resmi institusi seperti BMKG?
Seorang muslim yang rajin membaca dan beriman kepada Kitabullah Al-Quran Al-Karim dan hadits-hadits Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tidak akan begitu saja menerima penjelasan para pakar. Mereka selalu berusaha merujuk dan mencari jawaban dari dua sumber utama kehidupannya, Kitabullah was-Sunnah.
Penulis sendiri berpendapat setidaknya ada tiga dalil yang perlu menjadi perhatian kita. Satu dalil bersifat umum dan berlaku sepanjang masa. Dua sisanya terkait dengan fenomena dan tanda-tanda semakin dekatnya Hari Kiamat.
Pertama, secara garis besar Allah telah mengingatkan bahwa keimanan dan ketaqwaan penduduk suatu daerah akan memastikan datangnya keberkahan Allah baik dari langit (atas) maupun dari bumi (bawah).
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا
عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS Al-A’raaf ayat 96)
Namun sebaliknya, Allah juga peringatkan, bila sikap dominan suatu kaum justeru mendustakan ayat-ayat Allah, maka Allah tidak segan-segan mendatangkan siksa dan derita bagi kaum tersebut. Ini merupakan suatu sunnatullah yang pasti dan jelas. Sehingga di dalam ayat yang sama itu pula Allah langsung menegaskan melalui firmanNya:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا
عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raaf ayat 96)
Kita tentunya tidak ingin dan tidak berhak untuk menghakimi bahwa segenap penduduk kota tua Jeddah itu telah ramai-ramai menjadi pendusta ayat-ayat Allah. Namun boleh jadi sikap korup, gemar bermaksiat dan lalai sebagian warganya telah menjadi faktor pengundang bencana. Apalagi jika sebagian warga dimaksud adalah justru fihak yang berwenang alias para pejabat pemkot-nya. Maka sudah sepatutnya peringatan Allah pada ayat-ayat berikutnya menjadi perhatian utama semua fihak.
أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ
أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ
أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
أَوَلَمْ يَهْدِ لِلَّذِينَ يَرِثُونَ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِ أَهْلِهَا أَنْ لَوْ نَشَاءُ
أَصَبْنَاهُمْ بِذُنُوبِهِمْ وَنَطْبَعُ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ
”Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)?” (QS Al-A’raaf ayat 97-100)
Kedua, perlu diketahui bahwa jika kecenderungan perubahan iklim global berlanjut terus seperti yang terjadi dewasa ini, maka tidak mustahil anomali iklim seperti yang terjadi kemarin di Jeddah akan berulang kembali pada tahun-tahun yang akan datang. Akan semakin sering turun hujan dengan guyuran yang tidak seperti biasanya di bumi Arab. Bila ini benar, maka masyarakat di tanah Arab harus semakin mengantisipasi kemungkinan banjir tahunan. Dan wilayah yang sering diguyur hujan tentunya akan menjadi wilayah yang potensial menjadi subur dan tidak lagi dihiasi padang pasir seperti jazirah Arab dewasa ini. Tidak mustahil dalam jangka panjang justeru tanah Arab akan dihiasi oleh padang rumput bahkan aliran sungai.
Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam telah memprediksi bahwa di antara tanda-tanda semakin dekatnya hari Kiamat ialah bilamana tanah Arab kembali dihiasi oleh padang rumput dan aliran sungai-sungai. Ungkapan ”kembali” mengisyaratkan bahwa memang pada asalnya tanah Arab itu wilayah yang subur tidak tandus seperti yang kita saksikan dewasa ini. Subhanallah...
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَعُودَ أَرْضُ الْعَرَبِ مُرُوجًا وَأَنْهَارًا
”Tidak akan datang hari Kiamat sehingga negeri Arab kembali menjadi rerumputan dan sungai-sungai.” (HR Ahmad)
Saudaraku, berarti memang benarlah kita dewasa ini telah berada di Akhir Zaman. Tanda-demi tanda Akhir Zaman bermunculan di sekitar kita. The clock is ticking forward...! Jarum jam berputar terus kian hari kian mengingatkan kita akan dekatnya hari Kiamat. Demikianlah Allah senantiasa ingatkan kita melalui firmanNya seperti:
وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا
”Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari kiamat itu sudah dekat waktunya.” (QS Al-Ahzab ayat 63)
Ketiga, beberapa pihak juga mensinyalir bahwa bencana banjir besar Jeddah merupakan teguran Allah swt terhadap pemerintah Arab Saudi yang dekat dan akrab-mesra dengan Barat—terutama Amerika. Padahal Amerika dewasa ini menjadi Fir’aun Modern yang nyaris mengumumkan dirinya tuhan penguasa dunia yang maha kuasa dan maha perkasa. Negeri muslim Kerajaan Arab Saudi di mana terdapat dua kota suci utama (Mekkah dan Madinah) raja dan para pangerannya takluk kepada kemauan fihak Barat. Sehingga tidak mengherankan saat terjadinya penzaliman Yahudi Zionis Israel kepada saudara-saudara kita di Gaza-Palestina awal tahun 2009 kemarin, negara kerajaan Arab Saudi tidak menunjukkan keberfihakannya kepada Palestina. Malah sebaliknya mereka bersama Mesir dan Jordan bermain mata alias berkolaborasi dengan musuh ummat Islam, yaitu Israel.
Arab Saudi merupakan wilayah terbesar dari jazirah (semenanjung) Arabia. Kerajaan ini memiliki bendera yang tertera padanya kalimat Laa ilaha illAllah Muhammadur Rasulullah lengkap dengan pedangnya. Namun semua orang tahu betapa banyaknya kezaliman yang berlangsung di dalamnya.
Berapa banyak TKW Indonesia yang dilaporkan mengalami penganiayaan oleh para majikan Arabnya. Kerajaan ini mewajibkan jamaah haji seluruh dunia untuk divaksinasi Meningitis terlebih dahulu, padahal serumnya mengandung enzim dari hewan babi yang najis. Arab Saudi membungkam para ulamanya yang menghidupkan kesadaran dan semangat berjihad fi sabilillah. Bahkan mencekal para ulamanya yang menunjukkan permusuhan kepada Amerika dan Israel. Belum lagi para raja dan pengerannya mempertontonkan hedonisme gaya hidup mewah cinta dunia yang sungguh mencerminkan ketidakpedulian dan empati terhadap sebagian besar ummat Islam di berbagai negeri lainnya yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Dalam kaitan dengan ini Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam telah memprediksi bahwa kedatangan Imam Mahdi di Akhir Zaman akan ditandai dengan berlangsungnya perang demi perang antara pasukan Islam yang dipimpinnya dengan pasukan kafir dan munafiqun yang dipimpin oleh para Mulkan Jabriyyan (para penguasa diktator yang memaksakan kehendak sambil mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya). Dan jika kita merujuk kepada hadits mengenai periodisasi perjalanan sejarah Ummat Islam di akhir zaman, maka kita dapati bahwa dewasa ini kita sudah berada di babak keempat dari perjalanan tersebut. Babak keempat merupakan babak kepemimpinan para Mulkan Jabriyyan di seantero dunia, baik itu di negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslim, apalagi di negeri-negeri berpenduduk mayoritas kafir. Ini merupakan era penuh kezaliman dan kesewenang-wenangan, era paling kelam dalam sejarah Islam.
Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam memberikan kabar gembira dengan bakal datangnya Imam Mahdi. Pemimpin ummat Islam di akhir zaman ini akan memindahkan kita dari kondisi dunia penuh kezaliman dan kesewenang-wenangan menuju keadilan dan kejujuran. Artinya beliau akan mengantarkan kita semua kepada peralihan dari babak keempat menuju babak kelima, yaitu tegaknya kembali Khilafatun ’ala Minhaj An-Nubuwwah (Kekhalifahan Berdasarkan Manhaj / Metode Kenabian). Bahkan tidak sedikit ulama yang berpandangan bahwa Al-Mahdi bakal menjadi Khalifah Rasyidah ummat Islam di akhir zaman setelah beliau dengan pasukannya diizinkan Allah menaklukkan peradaban modern kuffar Sistem Dajjal.
الْمَهْدِيُّ مِنِّي أَجْلَى الْجَبْهَةِ أَقْنَى الْأَنْفِ يَمْلَأُ الْأَرْضَ
قِسْطًا وَعَدْلًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا يَمْلِكُ سَبْعَ سِنِينَ
“Al-Mahdi dariku (keturunanku). Lebar dahinya dan mancung hidungnya. Ia akan penuhi bumi dengan keadilan dan kejujuran sebagaimana bumi sebelumnya dipenuhi dengan penganiayaan dan kezaliman. Ia akan memimpin selama tujuh tahun.” (HR Abu Dawud)
Yang menarik ialah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam juga memprediksi bahwa peralihan kondisi dunia dengan hadirnya Al-Mahdi akan diwarnai dengan huru-hara yang menghebohkan. Karena peralihan tersebut tidak berlangsung mulus dan lancar, melainkan diwarnai dengan pertumpahan darah dan pertikaian. Perang demi perang akan dilancarkan oleh fihak pasukan Imam Mahdi. Sekurangnya ada empat perang yang bakal beliau pimpin dan menangkan. Namun yang paling membangkitkan bulu roma kita ialah berita dari Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bahwa perang paling pertama merupakan perang pembebasan jazirah Arab. Sedangkan Kerajaan Arab Saudi merupakan wilayah terbesar dari jazirah (semenanjung) Arabia.
تَغْزُونَ جَزِيرَةَ الْعَرَبِ فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ ثُمَّ فَارِسَ فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ
ثُمَّ تَغْزُونَ الرُّومَ فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ ثُمَّ تَغْزُونَ الدَّجَّالَ فَيَفْتَحُهُ اللَّهُ
“Kalian akan perangi jazirah Arab sehingga Allah memenangkan kalian atasnya. Kemudian kalian perangi Persia sehingga Allah memenangkan kalian atasnya. Kemudian kalian perangi Ruum sehingga Allah memenangkan kalian atasnya. Kemudian kalian perangi Dajjal sehingga Allah memenangkan kalian atasnya.” (HR Ahmad)
Sungguh saudaraku, persiapan setiap muslim bersama keluarganya untk menghadapi keadaan penuh huru-hara tersebut sudah selayaknya kita prioritaskan. Memang, jadwal perisis episode demi episode semua kehebohan tersebut hanya Allah yang tahu, tapi apa salahnya kita bersiap-siaga sedini mungkin? Jangan sampai kita termasuk mereka yang terus-menerus tidak peduli dengan peristiwa yang berlangsung di sekitar kita padahal ia termasuk bagian dari tanda-tanda semakin senjanya usia dunia fana ini. Boleh jadi kiamat sudah dekat, saudaraku.
فَهَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا السَّاعَةَ أَنْ تَأْتِيَهُمْ بَغْتَةً
فَقَدْ جَاءَ أَشْرَاطُهَا فَأَنَّى لَهُمْ إِذَا جَاءَتْهُمْ ذِكْرَاهُمْ
”Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila hari kiamat sudah datang?” (QS Muhammad ayat 18)
Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam pasukan Imam Mahdi yang akan memperoleh salah satu dari dua kebaikan: ’Isy Kariman (hidup mulia di bawah naungan Syariat Allah) atau mati syahid. Amin ya Rabb.
Seorang muslim yang rajin membaca dan beriman kepada Kitabullah Al-Quran Al-Karim dan hadits-hadits Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tidak akan begitu saja menerima penjelasan para pakar. Mereka selalu berusaha merujuk dan mencari jawaban dari dua sumber utama kehidupannya, Kitabullah was-Sunnah.
Penulis sendiri berpendapat setidaknya ada tiga dalil yang perlu menjadi perhatian kita. Satu dalil bersifat umum dan berlaku sepanjang masa. Dua sisanya terkait dengan fenomena dan tanda-tanda semakin dekatnya Hari Kiamat.
Pertama, secara garis besar Allah telah mengingatkan bahwa keimanan dan ketaqwaan penduduk suatu daerah akan memastikan datangnya keberkahan Allah baik dari langit (atas) maupun dari bumi (bawah).
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا
عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS Al-A’raaf ayat 96)
Namun sebaliknya, Allah juga peringatkan, bila sikap dominan suatu kaum justeru mendustakan ayat-ayat Allah, maka Allah tidak segan-segan mendatangkan siksa dan derita bagi kaum tersebut. Ini merupakan suatu sunnatullah yang pasti dan jelas. Sehingga di dalam ayat yang sama itu pula Allah langsung menegaskan melalui firmanNya:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا
عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raaf ayat 96)
Kita tentunya tidak ingin dan tidak berhak untuk menghakimi bahwa segenap penduduk kota tua Jeddah itu telah ramai-ramai menjadi pendusta ayat-ayat Allah. Namun boleh jadi sikap korup, gemar bermaksiat dan lalai sebagian warganya telah menjadi faktor pengundang bencana. Apalagi jika sebagian warga dimaksud adalah justru fihak yang berwenang alias para pejabat pemkot-nya. Maka sudah sepatutnya peringatan Allah pada ayat-ayat berikutnya menjadi perhatian utama semua fihak.
أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ
أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ
أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
أَوَلَمْ يَهْدِ لِلَّذِينَ يَرِثُونَ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِ أَهْلِهَا أَنْ لَوْ نَشَاءُ
أَصَبْنَاهُمْ بِذُنُوبِهِمْ وَنَطْبَعُ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ
”Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)?” (QS Al-A’raaf ayat 97-100)
Kedua, perlu diketahui bahwa jika kecenderungan perubahan iklim global berlanjut terus seperti yang terjadi dewasa ini, maka tidak mustahil anomali iklim seperti yang terjadi kemarin di Jeddah akan berulang kembali pada tahun-tahun yang akan datang. Akan semakin sering turun hujan dengan guyuran yang tidak seperti biasanya di bumi Arab. Bila ini benar, maka masyarakat di tanah Arab harus semakin mengantisipasi kemungkinan banjir tahunan. Dan wilayah yang sering diguyur hujan tentunya akan menjadi wilayah yang potensial menjadi subur dan tidak lagi dihiasi padang pasir seperti jazirah Arab dewasa ini. Tidak mustahil dalam jangka panjang justeru tanah Arab akan dihiasi oleh padang rumput bahkan aliran sungai.
Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam telah memprediksi bahwa di antara tanda-tanda semakin dekatnya hari Kiamat ialah bilamana tanah Arab kembali dihiasi oleh padang rumput dan aliran sungai-sungai. Ungkapan ”kembali” mengisyaratkan bahwa memang pada asalnya tanah Arab itu wilayah yang subur tidak tandus seperti yang kita saksikan dewasa ini. Subhanallah...
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَعُودَ أَرْضُ الْعَرَبِ مُرُوجًا وَأَنْهَارًا
”Tidak akan datang hari Kiamat sehingga negeri Arab kembali menjadi rerumputan dan sungai-sungai.” (HR Ahmad)
Saudaraku, berarti memang benarlah kita dewasa ini telah berada di Akhir Zaman. Tanda-demi tanda Akhir Zaman bermunculan di sekitar kita. The clock is ticking forward...! Jarum jam berputar terus kian hari kian mengingatkan kita akan dekatnya hari Kiamat. Demikianlah Allah senantiasa ingatkan kita melalui firmanNya seperti:
وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا
”Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari kiamat itu sudah dekat waktunya.” (QS Al-Ahzab ayat 63)
Ketiga, beberapa pihak juga mensinyalir bahwa bencana banjir besar Jeddah merupakan teguran Allah swt terhadap pemerintah Arab Saudi yang dekat dan akrab-mesra dengan Barat—terutama Amerika. Padahal Amerika dewasa ini menjadi Fir’aun Modern yang nyaris mengumumkan dirinya tuhan penguasa dunia yang maha kuasa dan maha perkasa. Negeri muslim Kerajaan Arab Saudi di mana terdapat dua kota suci utama (Mekkah dan Madinah) raja dan para pangerannya takluk kepada kemauan fihak Barat. Sehingga tidak mengherankan saat terjadinya penzaliman Yahudi Zionis Israel kepada saudara-saudara kita di Gaza-Palestina awal tahun 2009 kemarin, negara kerajaan Arab Saudi tidak menunjukkan keberfihakannya kepada Palestina. Malah sebaliknya mereka bersama Mesir dan Jordan bermain mata alias berkolaborasi dengan musuh ummat Islam, yaitu Israel.
Arab Saudi merupakan wilayah terbesar dari jazirah (semenanjung) Arabia. Kerajaan ini memiliki bendera yang tertera padanya kalimat Laa ilaha illAllah Muhammadur Rasulullah lengkap dengan pedangnya. Namun semua orang tahu betapa banyaknya kezaliman yang berlangsung di dalamnya.
Berapa banyak TKW Indonesia yang dilaporkan mengalami penganiayaan oleh para majikan Arabnya. Kerajaan ini mewajibkan jamaah haji seluruh dunia untuk divaksinasi Meningitis terlebih dahulu, padahal serumnya mengandung enzim dari hewan babi yang najis. Arab Saudi membungkam para ulamanya yang menghidupkan kesadaran dan semangat berjihad fi sabilillah. Bahkan mencekal para ulamanya yang menunjukkan permusuhan kepada Amerika dan Israel. Belum lagi para raja dan pengerannya mempertontonkan hedonisme gaya hidup mewah cinta dunia yang sungguh mencerminkan ketidakpedulian dan empati terhadap sebagian besar ummat Islam di berbagai negeri lainnya yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Dalam kaitan dengan ini Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam telah memprediksi bahwa kedatangan Imam Mahdi di Akhir Zaman akan ditandai dengan berlangsungnya perang demi perang antara pasukan Islam yang dipimpinnya dengan pasukan kafir dan munafiqun yang dipimpin oleh para Mulkan Jabriyyan (para penguasa diktator yang memaksakan kehendak sambil mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya). Dan jika kita merujuk kepada hadits mengenai periodisasi perjalanan sejarah Ummat Islam di akhir zaman, maka kita dapati bahwa dewasa ini kita sudah berada di babak keempat dari perjalanan tersebut. Babak keempat merupakan babak kepemimpinan para Mulkan Jabriyyan di seantero dunia, baik itu di negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslim, apalagi di negeri-negeri berpenduduk mayoritas kafir. Ini merupakan era penuh kezaliman dan kesewenang-wenangan, era paling kelam dalam sejarah Islam.
Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam memberikan kabar gembira dengan bakal datangnya Imam Mahdi. Pemimpin ummat Islam di akhir zaman ini akan memindahkan kita dari kondisi dunia penuh kezaliman dan kesewenang-wenangan menuju keadilan dan kejujuran. Artinya beliau akan mengantarkan kita semua kepada peralihan dari babak keempat menuju babak kelima, yaitu tegaknya kembali Khilafatun ’ala Minhaj An-Nubuwwah (Kekhalifahan Berdasarkan Manhaj / Metode Kenabian). Bahkan tidak sedikit ulama yang berpandangan bahwa Al-Mahdi bakal menjadi Khalifah Rasyidah ummat Islam di akhir zaman setelah beliau dengan pasukannya diizinkan Allah menaklukkan peradaban modern kuffar Sistem Dajjal.
الْمَهْدِيُّ مِنِّي أَجْلَى الْجَبْهَةِ أَقْنَى الْأَنْفِ يَمْلَأُ الْأَرْضَ
قِسْطًا وَعَدْلًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا يَمْلِكُ سَبْعَ سِنِينَ
“Al-Mahdi dariku (keturunanku). Lebar dahinya dan mancung hidungnya. Ia akan penuhi bumi dengan keadilan dan kejujuran sebagaimana bumi sebelumnya dipenuhi dengan penganiayaan dan kezaliman. Ia akan memimpin selama tujuh tahun.” (HR Abu Dawud)
Yang menarik ialah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam juga memprediksi bahwa peralihan kondisi dunia dengan hadirnya Al-Mahdi akan diwarnai dengan huru-hara yang menghebohkan. Karena peralihan tersebut tidak berlangsung mulus dan lancar, melainkan diwarnai dengan pertumpahan darah dan pertikaian. Perang demi perang akan dilancarkan oleh fihak pasukan Imam Mahdi. Sekurangnya ada empat perang yang bakal beliau pimpin dan menangkan. Namun yang paling membangkitkan bulu roma kita ialah berita dari Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bahwa perang paling pertama merupakan perang pembebasan jazirah Arab. Sedangkan Kerajaan Arab Saudi merupakan wilayah terbesar dari jazirah (semenanjung) Arabia.
تَغْزُونَ جَزِيرَةَ الْعَرَبِ فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ ثُمَّ فَارِسَ فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ
ثُمَّ تَغْزُونَ الرُّومَ فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ ثُمَّ تَغْزُونَ الدَّجَّالَ فَيَفْتَحُهُ اللَّهُ
“Kalian akan perangi jazirah Arab sehingga Allah memenangkan kalian atasnya. Kemudian kalian perangi Persia sehingga Allah memenangkan kalian atasnya. Kemudian kalian perangi Ruum sehingga Allah memenangkan kalian atasnya. Kemudian kalian perangi Dajjal sehingga Allah memenangkan kalian atasnya.” (HR Ahmad)
Sungguh saudaraku, persiapan setiap muslim bersama keluarganya untk menghadapi keadaan penuh huru-hara tersebut sudah selayaknya kita prioritaskan. Memang, jadwal perisis episode demi episode semua kehebohan tersebut hanya Allah yang tahu, tapi apa salahnya kita bersiap-siaga sedini mungkin? Jangan sampai kita termasuk mereka yang terus-menerus tidak peduli dengan peristiwa yang berlangsung di sekitar kita padahal ia termasuk bagian dari tanda-tanda semakin senjanya usia dunia fana ini. Boleh jadi kiamat sudah dekat, saudaraku.
فَهَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا السَّاعَةَ أَنْ تَأْتِيَهُمْ بَغْتَةً
فَقَدْ جَاءَ أَشْرَاطُهَا فَأَنَّى لَهُمْ إِذَا جَاءَتْهُمْ ذِكْرَاهُمْ
”Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila hari kiamat sudah datang?” (QS Muhammad ayat 18)
Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam pasukan Imam Mahdi yang akan memperoleh salah satu dari dua kebaikan: ’Isy Kariman (hidup mulia di bawah naungan Syariat Allah) atau mati syahid. Amin ya Rabb.
Langganan:
Postingan (Atom)