Biohidrogen sebagai Bahan Bakar Masa Depan
Krisis energi dunia akhir-akhir ini melanda seluruh negeri telah membangkitkan keyakinan bahwa bioenergi merupakan alternatif pemecahan hal tersebut. Sementara harga minyak bumi yang melambung belakangan ini dengan sendirinya membangkitkan insentif ekonomi bagi pengembangan bionergi sebagai alternatif lain dari fosil energi yang kian mahal dan langka. Insentif itu juga timbul karena semakin besarnya perhatian negara-negara dunia pada persoalan lingkungan hidup akibat pencemaran yang kian parah, yang timbul dari emisi gas buang penggunaan fosil energi. Keunggulan bionergi yang utama adalah renewable dan dampak penggunaannnya terhadap lingkungan hidup jauh lebih ramah dari penggunaan fosil energi selama ini.
Produksi energi hidrogen diperoleh secara alami maupun buatan (proses kimia, fisika dan biologi). Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang menghadapi persoalan energi yang serius akibat ketergantungan yang sangat besar terhadap energi fosil. Bersyukurlah akhir-akhir ini berbagai penelitian telah membuahkan hasil, antara lain biohidrogen. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dr. Dwi Susilaningsih, M. Pharm. Topik penelitiannya adalah Produksi Bioenergi Gas Hidrogen dari biomassa limbah pertanian. Penelitian ini sudah dilakukan selama 3 tahun di Puslit Bioteknologi-LIPI, dari mulai tahun 2006 sampai sekarang. Biohidrogen merupakan salah satu prioritas utama program riset unggulan RISTEK.
Biohidrogen merupakan energi baru dan terbarukan yang diharapkan dapat menjawab keterbatasan energi fosil. Pemanfaatan limbah pertanian ini dapat meningkatkan fungsi dari limbah yang biasanya hanya dianggap sampah,
Biohidrogen dapat dihasilkan dari limbah pertanian melalui proses bioteknologi yaitu fermentasi. Metoda ini merupakan perpaduan antara pendekatan secara kimiawi dan biologi. Secara biologi limbah pertanian yang menjadi bahan baku pembuatan biohidrogen ini didegradasi menggunakan berbagai jenis jamur.
Sedangkan secara kimiawi menggunakan asam kuat dari mulai yang pekat sampai yang telah diencerkan. Biohidrogen sebagai produk utama dari proses fermentasi itu menjadi salah satu jawaban atas terbatasnya sumber energi fosil. Di masa yang akan datang biohidrogen, sebagaimana bioethanol dan biodiesel dimungkinkan menjadi bahan bakar yang banyak digunakan oleh industri. Keistimewaan yang ada pada biohidrogen adalah bahwa biohidrogen mudah dikonversi menjadi fuel atau listrik tanpa menyisakan polutan. Melimpahnya biomasa dari limbah dan non limbah di Indonesia merupakan penunjang ketersediaan substrat dalam jangka waktu yang panjang serta merupakan sumber energi baru dan dapat diperbaharui. Di masa mendatang akan kita temukan berbagai pemanfaatan bioenergi sebagai bahan bakar pengganti dari energi fosil yang tidak dapat diperbaharui.
Kamu sudah mengetahui bahwa bahan bakar minyak termasuk sumber daya yang tidak bisa diperbarui. Oleh karena itu, suatu saat akan habis. Hal itu merupakan tantangan bagi para ilmuwan untuk menemukan bahan bakar pengganti yang diproduksi melalui bioteknologi.
Saat ini telah ditemukan dua jenis bahan bakar yang diproduksi dari fermentasi limbah, yaitu gasbio (metana) dan gasohol (alkohol).
Alternatif bahan bakar masa depan untuk menggantikan minyak, antara lain adalah biogas dan gasohol. Biogas dibuat dalam fase anaerob dalam fermentasi limbah kotoran makhluk hidup. Pada fase anaerob akan dihasilkan gas metana yang dibakar dan digunakan untuk bahan bakar.
Di negara Cina, dan
Sedangkan teknologi gasohol telah dikembangkan oleh negara
Gasohol dihasilkan dari fermentasi kapang terhadap gula tebu yang melimpah. Gasohol bersifat murah, dapat diperbarui dan tidak menimbulkan polusi.
Zat Enzim Calon Bahan Bakar Masa Depan
Sebuah zat enzim yang ditemukan pada akar kacang kedelai bisa dijadikan bahan bakar di masa depan.
Vanadium Nitrogenase, sebuah enzim yang biasanya menghasilkan ammonia dari gas nitrogen bisa juga mengubah karbon monoksida (CO) menjadi propane, sebuah gas yang dapat dijadikan bahan bakar kompor gas.
Meski para ilmuwan mengatakan bahwa penelitian ini masih dalam tahap awal tapi ke depannya mungkin penelitian ini bisa menemukan cara yang ramah lingkungan untuk menghasilkan minyak dan bensin.
"Organisme ini adalah bakteri tanah yang sangat umum dan sudah diteliti sejak lama," kata Markus Ribbe, ilmuwan
"Tapi kami masih mempelajarinya karena kami sadar bahwa zat enzim tersebut memiliki perilaku yang berbeda," tambah Ribbe.
Ribbe dan timnya mengisolasi enzim vanadium nitrogenase untuk mengubah nitrogen menjadi ammonia. Lalu para ilmuwan
Tanpa oksigen dan nitrogen, enzim tersebut mulai mengubah karbon monoksida menjadi rantai-rantai karbon gas (propan).
"Jelas penemuan ini bisa mengarahkan kita untuk menciptakan bahan bakar cair sintetis, jika kita bisa membuat rantai-rantai karbon yang lebih panjang," ujarnya.
Enzim baru ini hanya bisa membuat dua sampai tiga rantai karbon, bukan rantai karbon panjang yang bisa membuat bensin cair sintetis. Tapi bagaimanapun, Ribbe berpikir kalau ia bisa memodifikasi enzim tersebut supaya bisa menghasilkan bensin sintetis.
Bahan Bakar Bio, Masa Depan
Uji coba untuk mengetahui kelayakannya, jelas Kusmayanto Kadiman selaku Kepala BPPT. Biodiesel berpotensi menggantikan solar dan gasohol untuk bensin, seharusnya bisa jadi solusi kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) seperti sekarang. Penggunaan energi alternatif diharapkan dapat menggantikan hampir 40 persen kebutuhan BBM yang diimpor. Sebaliknya devisa yang dihemat untuk membeli BBM bisa untuk memproduksi bahan bakar bio. Dua bahan bakar alternatif itu berasal dari sumber terbarukan seperti kelapa sawit dan jarak pagar (Jathropa curcas). Biodiesel termasuk golongan alkohol dengan nama kimia alkil ester bersifat sama dengan solar, bahkan lebih baik nilai cetanenya.
Biodiesel dapat digunakan pada mesin diesel tanpa modifikasi. Sedangkan bioetanol memiliki senyawa kimia alkohol sama dengan yang ditemukan pada bir dan anggur. Pembuatannya juga melalui fermentasi biomasa yang berkandungan karbohidrat tinggi seperti tepung singkong, tebu, atau selulosa. Penggunaan bioetanol dicampur bensin untuk kendaraan disebut gasohol. Namun, bioetanol hanya memiliki dua-pertiga energi bensin.
Penguapan bioetanol dari cair ke gas juga tidak secepat bensin. Karena itu penggunaan bioetanol murni pada kendaraan akan menimbulkan masalah. Tetapi masalah dapat diatasi dengan mengubah desain mesin dan reformulasi bahan bakar. Penggunaan bioetanol dicampur dengan bensin dengan komposisi 10:90 telah berdampak positif bagi lingkungan. Uji coba BPPT menunjukkan E10 menghasilkan emisi karbon (CO dan CO2), sulfur dioksida (SO2) lebih rendah dibanding bensin.
Keuntungan lain penggunaan biodiesel adalah penghematan sumber energi yang tidak terbarukan dan berkurangnya biaya kesehatan akibat pencemaran udara. Penggunaan sumber nabati seperti minyak kelapa dan CPO (Crude Palm Oil) sebagai bahan
Di Indonesia, penelitian biodiesel dirintis oleh Lemigas dan Pertamina yang mencampur biodiesel dengan solar dengan rasio 30:70 untuk kendaraan bermesin diesel komersial, 1996. Institusi riset lain kini juga mengembangkan biodiesel seperti Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, Balai Besar Mekanisasi Pertanian Deptan, ITB, dan LIPI. Menurut kebijakan umum di sektor energi cetak biru Pengelolaan Energi Nasional (PEN) pemanfaatan bioetanol dan biodiesel ditetapkan 2 persen tahun 2010 dan 5 persen 2025. Untuk mencapai target Ditjen LPE telah membentuk tim untuk mengkaji berbagai insentif yang diperlukan untuk pengembangan biodiesel dan bioetanol. Misalnya insentif dari pemerintah bagi pembangunan pabrik biofuel lewat reduksi pajak dan pengurangan bunga pinjaman. Beberapa pihak berharap insentif penggunaan biofuel lewat pembebasan pajak.
Hal ini tidak dapat ditetapkan bila bahan bakar fosil disubsidi dan komoditas tersebut masih peka secara politis, urai Kusmayanto. Di luar negeri penggunaan energi terbarukan justru yang disubsidi, sedang pengguna BBM dikenakan pajak. Bila 2 persen konsumsi minyak solar tahun 2010 diganti dengan biodiesel, ini berarti diperlukan 720.000 kiloliter biodiesel. Ini berdampak pada kebutuhan pasokan CPO dan tanaman jenis lainnya sekitar 720.000 ton yang ditanam di 205.000 hektar perkebunan. Hal ini dapat menciptakan kesempatan kerja bagi 100.000 tenaga kerja di sektor perkebunan kelapa sawit dan 5.000 di pabrik biodiesel di Sumatera,
Menurut Arie Rahmadi, General Affair Manager Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT, sebuah pabrik percontohan skala kecil sudah dibangun di Puspiptek Serpong dengan kapasitas 3 ton per hari, namun yang diproduksi baru 1.500 liter per hari. Jumlah itu sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar bus di BPPT jelasnya. Perintisan penggunaan biodiesel memang menyasar kendaraan bermotor milik pemerintah. Departemen yang akan mengikuti jejak BPPT adalah ESDM. BPPT membantu membangun pabrik serupa di Riau dengan kapasitas 8 ton per hari.
Provinsi dengan perkebunan kelapa sawit yang tergolong paling luas di
http://anekaplanta.wordpress.com/2008/03/28/bahan-bakar-bio-masa-depan-indonesia-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar